Sejarah

Di Balik Nama Besar Goa Pindul

Subagyo Goa PindulKeindahan Objek Wisata Goa Pindul di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendunia. Hal itu tidak lepas dari keberhasilan warga setempat mengubah sungai bawah tanah menjadi tempat wisata susur gua menggunakan ban dalam atau cave tubing.

Nama Subagyo tidak bisa lepas dari eksotisme cave tubing Goa Pindul tersebut. Sebab, Ketua Desa Wisata Bejiharjo (Dewa Bejo) itulah yang merintis pembukaan gua tersebut, mulai dari pembersihan, pendekatan kepada sesepuh desa, ritual, sampai pemberdayaan masyarakat setempat.

Subagyo mengungkapkan, pada 2010 terlintas dalam benaknya untuk menjadikan Goa Pindul sebagai tempat wisata dan petualangan. Dimana pada saat itu, gua hanya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. ’’Orang-orang menganggap saya dan teman-teman stres. Sebab, tiap hari hanya di gua, bersih-bersih dasar sungai dan atap’’, ungkap pria yang lahir di Dusun Gelaran 1, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul tersebut.

Subagyo bersama rekannya; Tukidjo, Ratmin, dan Paryo, sejak pagi hingga petang, selalu berada di gua. Mereka membersihkan dasar sungai dan menyikat langit-langit agar terlihat bersih. Mereka mengumpulkan berbagai sampah, seperti plastik, pecahan kaca, botol, kaleng, dan pakaian bekas untuk dibuang. Saat dibersihkan, jumlahnya limbah kaca mencapai 11 karung. Menurut Subagyo, sebenarnya para sesepuh desa melarang mereka membersihkan gua tersebut karena dianggap bisa celaka.

Subagyo tidak membantah keyakinan sebagian orang yang menganggap Goa Pindul keramat, angker, dan banyak mahluk halusnya. Untuk itu, ia dan rekan-rekannya melakukan ritual, memohon pada Yang Maha Kuasa supaya lancar selama bekerja bakti membersihkan dan menata gua. Akhirnya semua berjalan baik meskipun sempat ada insiden. Subagyo mengungkapkan, pada 2010 terlintas dalam benaknya untuk menjadikan Goa Pindul sebagai tempat wisata dan petualangan. Dimana pada saat itu, gua hanya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah. ’’Orang-orang menganggap saya dan teman-teman stres. Sebab, tiap hari hanya di gua, bersih-bersih dasar sungai dan atap’’, ungkap pria yang lahir di Dusun Gelaran 1, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul tersebut.

Merintis goa pindul

Subagyo bersama rekannya; Tukidjo, Ratmin, dan Paryo, sejak pagi hingga petang, selalu berada di gua. Mereka membersihkan dasar sungai dan menyikat langit-langit agar terlihat bersih. Mereka mengumpulkan berbagai sampah, seperti plastik, pecahan kaca, botol, kaleng, dan pakaian bekas untuk dibuang. Saat dibersihkan, jumlahnya limbah kaca mencapai 11 karung. Menurut Subagyo, sebenarnya para sesepuh desa melarang mereka membersihkan gua tersebut karena dianggap bisa celaka.

Subagyo tidak membantah keyakinan sebagian orang yang menganggap Goa Pindul keramat, angker, dan banyak mahluk halusnya. Untuk itu, ia dan rekan-rekannya melakukan ritual, memohon pada Yang Maha Kuasa supaya lancar selama bekerja bakti membersihkan dan menata gua. Akhirnya semua berjalan baik meskipun sempat ada insiden.

“Salah seorang dari kami jatuh dari langit-langit yang cukup tinggi. Alhamdulillah tidak mengalami luka serius. Kami meneruskan pekerjaan tentu lebih berhati-hati dan tidak bilang siapa-siapa kalau ada yang jatuh. Begitu tersiar kabar ada yang jatuh pasti bikin ribut’’,tutur Bagyo, panggilan akrabnya.

Ribuan Orang

 

Setelah gua tampak bersih, Subagyo memberanikan diri membuka Pindul sebagai objek wisata. Jumlah pengunjung waktu itu hanya 100-an orang.

Setahun berikutnya melonjak menjadi 70.000-80.000 orang dan selama Januari-Agustus 2013, tercatat 122.000 orang. Bayangkan, dalam sekejap Gua Pindul mampu menjadi magnet bagi ribuan orang dari berbagai wilayah di Indonesia, bahkan mancanegara.

Para peloncong dapat menikmati panorama alam di dalam gua yang terdapat aliran sungai tersebut. Aliran sungai di gua sepanjang sekitar 300 meter itu bersahabat, cukup tenang, dan tidak terlalu banyak gelombang. Dalam waktu singkat, kondisi Bejiharjo berubah. Ribuan orang terlibat dalam wisata Goa Pindul. Mereka bukan hanya penduduk setempat, tapi melibatkan pula warga sekitarnya. Warung-warung makan bermunculan, area parkir ada di mana-mana, beberapa orang malah mendirikan homestaylengkap dengan fasilitas AC.

’’Hampir seribu orang terlibat dalam wisata Goa Pindul, ada yang menjadi pemandu, membuka warung, penginapan. Semula mereka menganggur, namun setelah ada objek wisata ini tidak ada lagi yang menganggur”, ungkap Bagyo sambil menjelaskan sejumlah penghargaan yang diperoleh desa wisatanya.

Bejiharjo memperoleh penghargaan sebagai juara pertama desa wisata tingkat DIY dan nasional pada 2012. Desa itu juga menerima penghargaan Desa Wisata Penerima PNPM Mandiri pada tahun yang sama. Kementerian Pariwisata memberinya penghargaan 10 besar penerima Cipta Award kategori pelestarian lingkungan.

Bagyo menyadari Goa Pindul bukan lagi milik kelompok dan desanya. Goa Pindul sudah menjadi milik masyarakat DIY. Sebenarnya, kata dia, masih ada sembilan gua yang bisa menjadi objek wisata dan sekarang dalam proses penataan. Dia ingin kelak seluruh objek wisata yang ada mampu menonjol meskipun ikonnya masih Pindul.

Namun, ketenaran Goa Pindul membuat Subagyo berurusan dengan polisi. Dia berkali-kali dilaporkan oleh pemilik tanah gua dengan alasan mengelola lahan milik orang lain. Warga membelanya karena aktivitasnya untuk kesejahteraan masyarakat bukan kepentingan pribadi.

Kasus Pindul

Hingga kini, persoalan dengan pemilik tanah belum selesai. Subagyo dan warga sudah meminta Pemkab Gunungkidul untuk memediasi. ’’Apa pun nanti keputusan Pemkab, kami akan tunduk dan menaatinya. Kami tidak ingin melanggar hukum’’,ujar Bagyo. (Agung PW-71)

 

Baca juga artikel ini