Menyoroti fenomena yang terjadi belakangan ini, khususnya di tempat kami, semakin banyak oknum yang mengatasnamakan dirinya sebagai pemandu wisata di Goa Pindul. Segampang itukah?
Padahal, jika harus menuruti aturan dari dinas yang memegang kuasa atas berjalannya aktivitas wisata, pemandu wisata WAJIBmemiliki lisensi. Sebagaimana juga tertuang dalam PP No 52 tahun 2012 tentang sertifikasi kompetensi dan sertifikasi usaha di bidang pariwisata, Pasal 53 UU No 10 tahun 2009, Permen Pariwisata No 19 tahun 2016 tentang pemberlakuan wajib sertifikasi kompetensi pariwisata, yang jika kami pahami ketiganya menyimpulkan bahwa pemandu wisata profesional haruslah mengantongi sertifikat/lisensi.
Lantas, semudah itukah praktiknya mendapatkan lisensi? Tentu tidak. Kami (pemandu) harus melewati rangkaian ujian terlebih dahulu. Belum tentu semua lolos seleksi. Ada proses panjang di sana demi lisensi agar kami layak disebut sebagai pemandu wisata.
Hal lain yang harus kami pelajari setiap hari adalah terkait penguasaan bahasa dan etika. Kalian tahu kan? Bagaimana kebiasaan kami sebelum menjadi pemandu wisata? Jangankan wisatawan, rekan kami sendiri pun sering kami bentak, bahkan kerapkali dibumbui dengan kata-kata kasar yang mungkin terdengar tidak ramah.
Tapi serbuan wisatawan di Goa Pindul membuat kami berubah. Sangat berubah. Kami menjadi orang yang siap melayani. Bagaimana tidak? Kami bisa hidup dari pekerjaan ini. Akhirnya kami mampu bicara dengan bahasa turis mancanegara meski terbata-bata. Kami semua merasakan prosesnya. Merasakan bagaimana kami harus dinasihati berkali-kali agar menjaga sikap dan tutur kata kami.
Apalagi yang kita masuki adalah goa. Bukankah pemandu wisata alam, khususnya goa juga perlu disertifikasi? Bagaimana etika susur gua, bagaimana berwisata susur goa yang aman, itu semua sudah kami lewati melalui proses belajar yang panjang hingga memperoleh lisensi. Belum lagi jika harus menghitung berapa dana yang kami keluarkan untuk mengelola Goa Pindul. Tak terhitung jumlahnya. Kami semua patungan. Kami semua harus pulang malam demi membersihkan goa agar semua wisatawan merasa nyaman. Tak terhitung sudah berapa dana yang harus kami keluarkan untuk membeli perlengkapan yang sangat mahal. Mulai dari ban karet, pelampung, helm gua, sepatu gua, pakaian gua, kami membelinya sendiri sebelum ada pihak ketiga yang memberi modal kami.
Kami tidak sama dengan pemandu lainnya
Tentu kami tidak sama dengan pemandu wisata lainnya. Selain hal-hal di atas, kami tahu bagaimana Goa Pindul itu ada. Kami yang menginisiasi. Kami yang disertifikasi. Tentu kami berani menyebut diri kami sebagai pemandu wisata yang profesional.
Haruskah bersertifikat?
Tentu kami tidak mau disamakan dengan mereka yang mengaku pemandu wisata tanpa dibuktikan lisensi resmi. Kami telah menuruti segala aturan. Mulai dari lembaga hingga pengurusnya, sudah memiliki surat ijin usaha dan lisensi yang dikeluarkan secara resmi.
Andai saja, ada pemandu tanpa lisensi bermasalah, kemudian ada wisatawan komplain menanyakan lisensinya, karena tidak bisa menunjukkan akhirnya dianggap tidak profesional, hancurlah citra pelayanan wisata. Akan menyalahkan siapa? Tapi jika ada pemandu berlisensi bermasalah. Mudah saja. Cabut lisensinya sebagai hukuman terhadap ketidakprofesionalan. Itulah yang kami sebut profesional.
Harusnya pemandu itu bersertifikat. Supaya apa? Supaya selamat dari segala bentuk masalah. Masalah keamanan, masalah kenyamanan, masalah etika, dan masalah lainnya. Bukankah yang berlisensi juga kerap dinilai lebih berkualiatas?
Sebelum lupa, kami memiliki total 56 pemandu wisata. Dan semuanya sudah bersertifikat. Jika tidak percaya, datanglah ke tempat kami.
Penulis:
Arif Sulistyo
Sumber bacaan:
Pingback: Sejarah - Desa Wisata Bejiharjo