Tak hanya Goa Pindul yang ditawarkan Desa Wisata Bejiharjo. Tak jauh dari pintu masuk Goa Pindul, terdapat pelestari budaya wayang lidi yang hampir langka. Marsono namanya. Lewat tangan Marsono, Wayang Sada bukan saja menjadi kemasan pertunjukan dalam acara hajatan. Panggung Wayang Sada yang digelar di kediamannya sudah cukup kaya koleksi lakon wayang (lebih dari 100 tokoh wayang). Juga lewat Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Dewa Bejo, Marsono membuka sanggar belajar dengan tujuan mewarisi kekayaan nusantara yang sedang ditekuninya sekarang. Sebab melalui wayang, akan banyak pesan kebaikan yang dapat tersampaikan ke khalayak.
Jika dilihat dengan seksama, pembuatan Wayang Sada memang sepenuhnya menggunakan limbah pohon kelapa, seperti lidi (blarak), serabut, batang, dan tempurung kelapa. Berbeda dengan wayang kulit yang dimainkan semalam suntuk, Wayang Sada dimainkan dalam durasi tiga jam saja.
Dalam urusan mendalang, Marsono menggarap alunan musik hasil kreasi sendiri. Jemari kakinya memainkan ketukan yang sanggup menghasilkan irama, sementara tangannya terus membuat hidup lakon wayang yang sedang dimainkannya. “Ke depan, saya juga ingin alat musiknya dari limbah pohon kelapa”, ujarnya.
Meski belum diakui khusus sebagai warisan dunia, Wayang Sada memiliki ancaman regenerasi yang mengkhawatirkan. Siapa lagi yang sanggup mewartakan keberadaan Wayang Sada yang hampir punah karena tak lagi banyak orang yang sanggup menekuninya? Kalau bukan kita?
Bagaimana cara melihat pertunjukan Wayang Sada dan belajar pembuatannya?
Bagi wisatawan yang ingin ke sentra pe,buatan Wayang Sada, Anda dapat memesan melalui sms/ telepon pada nomor 085741973511 (Arif Sulistyo).